Rabu, 07 Maret 2012
Perpustakaan, Oh Perpustakaan
MINAT baca selama ini menjadi salah satu masalah besar bagi bangsa
Indonesia. Betapa tidak, saat ini minat baca masyarakat Indonesia
termasuk yang terendah di Asia.
Indonesia hanya unggul di atas Kamboja dan Laos. Padahal semakin rendah
kebiasaan membaca, penyakit kebodohan dan kemiskinan akan berpotensi
mengancam kemajuan dan eksistensi bangsa ini. Parahnya lagi, rendahnya
minat baca bukan hanya terjadi pada masyarakat umum, di SD, SMP, SMA,
bahkan di perguruan tinggi pun minat baca mahasiswa sangat rendah. Hal
tersebut sangat bertolak belakang dengan kondisi di Jepang.
Saat ini tentu kita sudah melihat bagaimana kemajuan perkembangan iptek
di Jepang. Semua itu disebabkan karena pemerintah Jepang sangat
memprioritaskan kebutuhan bahan bacaan masyarakatnya, terutama anak-anak
sekolah dan mahasiswa, sehingga tak mengherankan jika perpustakaan,
terutama di kampus-kampus Jepang, selalu ramai dikunjungi mahasiswa.
Berbeda dari kondisi perpustakaan kampus di Indonesia, perpustakaan
kampus tak lebih hanya sebagai tempat penyimpanan dan pajangan berbagai
koleksi buku dan bahan referensi lainnya. Lebih ironis lagi,
perpustakaan kampus sering dijadikan sebagai tempat untuk pacaran, bukan
tempat membaca dan berdiskusi.
Sebagai seorang mahasiswa dan calon ilmuwan, perpustakaan seharusnya
menjadi tempat yang paling dicari, terutama dalam mencari referensi
untuk membuat atau menyelesaikan tugas-tugas perkuliahan.
Menumbuhkan Minat Baca
Faktor yang menjadi peyebab sepinya perpustakaan, selain minat baca
mahasiswa yang menurun, juga karena perpustakaan tidak bisa mengikuti
perkembangan zaman dengan tidak memenuhi kebutuhan mahasiswa. Untuk
memenuhi kebutuhan tugas-tugas kuliah, mahasiswa seringkali lebih
memilih cara instan, yaitu mencari di internet.
Mengapa minat baca mahasiswa rendah? Menurut (Arixs: 2006) ada enam
faktor penyebab: (1) Sistem pembelajaran di Indonesia belum membuat
mahasiswa harus membaca buku, (2) banyaknya tempat hiburan, permainan,
dan tayangan TV yang mengalihkan perhatian mereka dari menbaca buku, (3)
budaya baca memang belum pernah diwariskan nenek moyang kita, sedangkan
budaya tutur masih dominan daripada budaya membaca, (4) sarana untuk
memperoleh bacaan seperti perpustakaan atau taman bacaan masih merupakan
barang langka, (5) tidak meratanya penyebaran bahan bacaan di berbagai
lapisan masyarakat (6) serta dorongan membaca tidak ditumbuhkan sejak
jenjang pendidikan praperguruan tinggi.
Perpustakaan sesungguhnya memainkan peranan penting bagi terciptanya
budaya membaca bagi mahasiswa. Perpustakaan merupakan jembatan menuju
penguasaan ilmu pengetahuan, dapat memberikan kontribusi penting bagi
terbukanya akses informasi, serta menyediakan data yang akurat bagi
proses pengambilan sumber-sumber referensi bagi pengembangkan ilmu
pengetahuan. Dan semua itu hanya bisa di dapatkan dengan cara membaca.
Oleh sebab itulah, perpustakaan kampus hendaknya didesain sedemikian
rupa supaya mahasiswa dan civitas academica lebih betah berada di sana.
Perpustakaan harus mampu memenuhi dahaga para mahasiswa yang haus akan
ilmu pengetahuan dengan empat cara.
Pertama, menambah sarana dan prasarana perpustakaan, seperti adanya
fasilitas dan jaringan internet atau wi-fi, memperbanyak ruang diskusi,
dan memperbaiki ruang bacaan. Jika hal ini dapat diwujudkan, tentu akan
menarik perhatian mahasiswa berkunjung ke perpustakaan.
Kedua, memberikan pelayanan yang baik, ramah, dan bersahabat. Hal ini
sangat penting mengingat para pengunjung adalah mahasiswa yang
berpendidikan. Jadi jika ada pelayanan dari petugas yang kurang baik dan
kurang memuaskan tentu mereka akan protes dan kurang nyaman dalam
menggunakan fasilitas perpustakaan.
Ketiga, tersedianya koleksi buku yang memadai. Koleksi bahan bacaan
(buku atau literarur) merupakan komponen yang paling penting bagi
perpustakaan. Koleksi yang harus dimiliki oleh perpustakaan minimal
adalah buku wajib bagi setiap mata kuliah yang diajarkan dan jumlahnya
harus memadai. Menurut SK Mendikbud 0686/U/1991, setiap mata kuliah
dasar dan mata kuliah keahlian harus disediakan dua judul buku wajib
dengan jumlah eksemplar sekurang-kurangnya 10 % dari jumlah mahasiswa
yang mengambil mata kuliah tersebut.
Keempat, menciptakan iklim membaca di kampus. Lingkungan akademik yang
kondusif akan mendorong mahasiswa untuk rajin ke perpustakaan. Hal itu
bisa dilakukan, misalnya dengan cara dosen memberikan tugas membaca bagi
mahasiswanya.
Jika perpustakaan dapat memberikan layanan yang baik dan menyediakan
berbagai kebutuhan literatur yang dibutuhkan, maka mahasiswa akan banyak
mendatangi perpustakaan. Lingkungan yang demikian memang tidak bisa
diciptakan sendirian oleh perpustakaan, melainkan harus bekerja sama
dengan seluruh warga kampus. (24)
—Fauzul Andim, mantan aktivis Pers LPM Edukasi Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, saat ini menjadi Guru di SLB Negeri Ungaran.
sumber : http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/09/24/160264/19/Perpustakaan-Oh-Perpustakaan
Josh
BalasHapus